HIERARKI DALAM GEREJA KATOLIK
I. Latar Belakang
Kata “Hierarki” berasal dari bahasa Yunani hierarchy yang berarti “asal usul suci atau tata susunan”. Menurut ajaran resmi Gereja Katolik, susunan, struktur hierarki sekaligus merupakan hakikat kehidupannya juga. Kitab Suci menjelaskan bahwa perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para Rasul, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi
Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis yaitu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka Konsili mengajarkan “atas penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja”. Kepada para Rasul berpesan, agar menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk
menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (LG 18). Maksud dari “penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja” ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang.
Struktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para Imam serta Diakon sebagai pembantu Uskup. Para Uskup pengganti para Rasul yang dipimpin oleh Paus pengganti Petrus bertugas melayani, menggembalakan jemaat (bdk. Yoh 21: 15-19) bersama para pembantu
mereka, yakni para Imam dan Diakon. Sebagai wakil Kristus, mereka memimpin kawanan yang mereka gembalakan (pimpin), sebagai guru dalam ajaran, Imam dalam ibadat suci, dan pelayan dalam bimbingan (bdk. Lumen Gentium, Art. 20). Dasar kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja. Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG 31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang dijalani Biarawan/Biarawati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi medan khas para Awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang khusus.
II. Hierarki dalam Gereja Katolik
Kata hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros)suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Maka mereka sering disebut sebagai kuasa tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para tertahbis. Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki
sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuh-Nya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572). Menurut tata susunan yurisdiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi ada pada Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
III. Sejarah hierarki
Struktur hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah hierarki di bawah ini:
A. Zaman Para Rasul
Awal perkembangan hierarki adalah kelompok kedua belas Rasul. Kelompok inilah yang pertama-tama disebut Rasul. Rasul atau “Apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan Rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut
Rasul. Lama kelamaan, kelompok Rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas Rasul. Sesuai dengan namanya, Rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.
B. Zaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas Rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “Rasul-Rasul”, “Nabi-Nabi”, Pemberita-Pemberita Injil”, Gembala-Gembala”, “Pengajar” (Ef 4:11), “Episkopos” (Kis 20:28), dan “Diakonos” (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia
yang mengenal sebutan “Penilik” (Episkopos), “Penatua” (Prebyteros), dan “Pelayan”(Diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hierarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan Diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para Rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.Dasar kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja Berdasarkan sejarah di atas, maka kepemimpinan dalam Gereja diserahkan kepada hierarki. Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan para Rasul sebagai penggembala Gereja” (lih LG 20). “ Konsili suci ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal mendirikan Gereja kudus dengan mengutus para Rasul seperti Dia diutus oleh Bapa (lih Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. LG 18). Pernyataan di atas dimaksudkan bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam umat perdanan (Gereja Perdana), yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan awal abad kedua secara prinsip terbentuklah hierarki gereja yang dikenal sekarang. Wujud Gereja perdana beserta struktur kepemimpinannya menjadi patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya. Struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja Secara struktural kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut:
1. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya
Ketika Kristus mengangkat kedua belas Rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam dewan atau badan tetap. Sebagai ketua dewan, Yesus mengangkat Petrus yang dipilih-Nya dari antara para Rasul itu. Seperti santo Petrus dan para Rasul lainnya, atas penetapan Kristus merupakan satu dewan para Rasul. Begitu pula Paus (penganti Petrus) bersama Uskup (pengganti Rasul) merupakan satu himpunan yang
serupa.Pada akhir masa Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para Uskup adalah pengganti para Rasul. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa hanya ada dua belas Uskup (karena ada dua belas Rasul). Bukan Rasul satu persatu diganti orang lain, tetapi kalangan para Rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para Uskup. Tegasnya Dewan para Uskup adalah pengganti para Rasul (LG 20). Yang menjadi
pimpinan Gereja adalah Dewan para Uskup. Seseorang menjadi Uskup karena diterima ke dalam dewan. “Seseorang menjadi anggota Dewan Para Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan
persekutuan hierarkis dengan kepala maupun para anggota Dewan” (LG 22). Sebagai lambang kolegial ini, tahbisan Uskup selalu dilakukan paling sedikit tiga Uskup, sebab tahbisan Uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam Dewan Uskup” (LG 11). Uskup itu pertama-tama adalah pemimpin Gereja setempat. Namun dalam persekutuan gereja-gereja setempat hiduplah Gereja Universal. Dalam persekutuan
dengan Uskup-Uskup lain itu, para Uskup setempat menjadi pemimpin Gereja Universal. Maka Uskup merupakan pemimipin Gereja setempat sekaligus pemimpin Gereja Universal.
2. Paus
Konsili Vatikan II menegaskan “adapun dewan atau badan para Uskup hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan Imam Agung di Roma pengganti Petrus sebagai kepala dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan universal terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas (LG 22).
Penegasan itu didasarkan bahwa Kristus mengangkat Petrus sebagai ketua para Rasul. Yesus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dalam diri Petrus, Yesus menetapkan adanya asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan (bdk. LG 18) Petrus diangkat menjadi pemimpin para Rasul. Paus yang adalah pengganti Petrus juga pemimpin para Uskup. Menurut kesaksian tradisi,
Petrus adalah Uskup Roma yang pertama. Karena itu, Roma dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Menurt keyakinan tradisi, Uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai Uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua Dewan Pimpinan Gereja. Paus adalah Uskup Roma, dan sebagai Uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa seperti Petrus. Tugas dan kuasa Petrus, menurut Perjanjian Baru, begitu istimewa (Mat 16:16-19; Yoh 21:15-19), Ia diakui sebagai pemimpin Gereja. “Para Rasul menghimpun Gereja semesta, yang oleh Tuhan didirikan dalam diri mereka dan di atas Rasul Petrus, ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri sebagai batu sendinya” (LG 19). Fungsi dan kedudukan Petrus sebagai pemimpin Gereja diakui pula sebagai unsur prinsip hierarki, yang akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Itulah tugas dan wewenang Paus, pengganti Petrus.
3. Uskup
`Pada dasarnya Paus adalah seorang Uskup. Seorang Uskup selalu berkarya dalam persekutuan dengan para Uskup lain dan mengakui Paus sebagai kepala. Karya seorang Uskup adalah “menjadi asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja-Nya (LG 23). Tugas pokok Uskup di tempatnya sendiri adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas ini dapat disebut tugas kepemimpinan dari para Uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27) Tugas pemersatu ini selanjutnya dibagi menjadi tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu pewartaan, perayaan, dan pelayanan, di mana dimungkinkan
komunikasi iman dalam Gereja. Dan dalam bidang-bidang itulah para Uskup dan Paus menjalankan tugas kepemimpinannya. Pewartaan Injil menjadi tugas terpenting (LG 25). Tugas penting selanjutnya adalah perayaan, “mempersembahkan ibadat agama Kristen kepada Allah yang Mahaagung dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja” (LG 26). Selanjutnya adalah pelayanan, “membimbing Gereja-
gereja yang dipecayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus, dengan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, dan teladan hidup mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci” (LG 27). Dalam ketiga bidang kehidupan menggereja, Uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
4. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
Dalam mengemban tugas dan fungsinya, para Uskup memerlukan “pembantu” dan rekan “kerja”, mereka adalah Para Imam yang adalah Wakil Uskup. Di setiap jemaat setempat dalam arti tertentu, mereka “menghadirkan” Uskup. “Para Imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan Uskup, sebagai penolong dan organ mereka “(LG 28). Tugas konkret para Imam sama seperti Uskup. Mereka ditahbiskan pertama-tama untuk mewartakan Injil (lih. PO 4) dan menggembalakan umat
(lih. PO 6).
5. Diakon: pelayan, hierarki tingkat yang lebih rendah
Ditumpangi tangan bukan untuk Imamat tetapi untuk pelayanan (LG 29). Mereka ini juga pembantu Uskup, tetapi tidak mewakili. Para Diakon adalah pembantu Uskup dengan tugas terbatas. Dengan kata lain Diakon adalah pembantu khusus Uskup, sedangkan Imam adalah pembantu umum Uskup.
6. Kardinal:
Kardinal bukan jabaran hierarkis dan tidak termasuk struktur hierarkis. Kardinal adalah penasehat dan membantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.
IV. Fungsi Khusus Hierarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), Imam (menguduskan), dan Raja (menggembalakan). Pada kenyataannya umat tidak seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam). Menjalankan tugas dengan cara yang berbeda. Berdasarkan keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi khusus hierarki
adalah:
- Menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplistis menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.
- Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.
V. Corak Kepemimpinan dalam Gereja
Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang itunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei”=hamba dari hamba-hamba Allah.
Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar