Rabu, 09 November 2016

resensi novel "3" Alif Lam Mim



Ketika Indonesia Tak Ber-Tuhan
Oleh Marianus Rago Kristeno

Judul: 3
Penulis: Primadona Angela
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2015
Tebal:232 hlm; 20 cm
ISBN: 978-602-03-2094-6

B
agaimana jadinya jika Indonesia menjadi negara liberal dan melupakan Tuhan? Itulah gambaran Indonesia pada masa depan. Konflik ada di mana-mana, perlawanan terhadap agama mencuat, bahkan orang mulai menghalalkan segala cara tanpa memperdulikan Tuhan untuk memperoleh kedudukan tinggi. Tapi, Indonesia sangat menjunjung tinggi HAM sehingga meniadakan peluru tajam dan menggantinya menjadi peluru karet bagi aparat negara dan ini yang menjadi keunggulan sekaligus kelemahan di Indonesia di bidang pertahanan.
Tiga saudara seperguruan yang memilih jalan berbeda sejak Indonesia menjadi “negara tak ber-Tuhan” dan orang-orang yang ada di padepokanlah yang teguh percaya kepada Tuhan. Tiga sekawan ini mulai mengalami konflik dalam pertemanan mereka hanya untuk berjuang membela negara, keluarga, dan sahabat  sehingga batasan antara teman dan lawan mulai menghilang. Pada akhir cerita guru silat mereka, yang mengajarkan mereka supaya tetap menjunjung tinggi kebenaran dan memakai ilmu yang mereka punyai untuk membela kaum lemah yang malah menjadi pembunuh mematikan. Ketiga tokoh utama dalam cerita mempunyai sifat berbeda tetapi mempunyai satu sikap yang sama, yaitu berani berkorban untuk orang yang mereka sayangi.
Novel ini merupakan novel adaptasi dari film yang memiliki judul yang sama. Bahasa yang digunakan oleh Primadona Angela cupup tajam dalam menceritakan kisah yang cukup detail, dari kepribadian tokoh sampai jalan cerita. Cara berbicara tokoh juga menunjukan bahwa dia benar-benar berada di masa depan yang terpengaruh dengan budaya barat dengan campuran bahasa Inggris. Novel ini juga memberikan pelajaran tentang pentingnya suatu kebersamaan dalam persahabatan dan kekuatan untuk tetap tabah menghadapi segala konflik dan masalah. Sebagai penutup, penulis menggunakan akhir yang cukup dramatis di mana dua tokoh utama bertarung mati-matian dan satu tokoh lagi berjuang untuk mengusut sumber segala kekacauan yang adalah aparat negara sendiri.
“Fight and never lose hope.” 
Begitulah bunyi kalimat yang dilontarkan oleh tokoh Laras/ Kapten Nayla untuk menyemangati kita. Bahwa kita harus merenungi kutipan hadits yang digunakan untuk menutup novel ini :
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing,
maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu”.
Untuk itu, janganlah pernah putus asa dan hilang harapan. Karena sebaik-baik tempat berharap hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar